Senin, 17 Oktober 2011

Ajattappareng, sejarah lokal Sulawesi Selatan



Sejarah terbentuknya persekutuan Ajatappareng
Ajatappareng salah satu  kampung di Suppa. Kerajaan-kerajaan yang tergabung antara lain kerajaan Suppa, kerajaan Sidenreng, kerajaan Rappang, kerajaan Sawitto, kerajaan Alitta. Kerajaan-kerajaan ini menjadi rebutan bagi kerajaan-kerajaan besar yakni kerajaan Luwu, kerajaan Bone dan kerajaan Gowa. Dalam persaingan ini kerajaan Gowa akhirnya berhasil menjadikan persekutuan lima Ajatappareng di bawah perlindungannya.
1.1 Kerajaan Sidenreng
Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang adalah kerajaan kembar yang diperintah oleh 2 orang Raja, kakak beradik, oleh karena tidak ada batas yang tegas yang memisahkan kedua wilayah kerajaan tersebut. Lontaraq hanya menggambarkan bahwa penduduk Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang hanya dapat dibedakan pada waktu panen. Yang menyangkut padinya ke utara, itulah rakyat Kerajaan Rappang, sedangkan yang menyangkut padinya ke selatan itulah rakyat Kerajaan Sidenreng. Selain itu, kedua rajanya juga membuat ikrar, yaitu Mate Elei Rappang, Mate Arawengngi Sidenreng. Mate Arawengngi Rappang, Mate Elei Sidenreng. Yang berarti Mati Pagi Rappang, mati sore Sidenreng. Mati sore Rappang, Mati Pagi Sidenreng.
Di abad XIV kerajaan Sidenreng merupakan kerajaan Bugis yang cukup disegani di Sulawesi Selatan, disamping Kerajaan Luwu, Bone, Gowa, Soppeng, dan  Wajo. Berbagai literatur yang ada menyebutkan eksitensi kerajaan ini turut memberi warna dalam percaturan politik dan ekonomi kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan. Sidenreng merupakan salah satu Kerajaan yang ramai dan terkenal hingga ke benua lain, yang berpusat di sekitar danau besar (Tappareng Karaja) yang dapat dilayari dan dikelilingi tempat-tempat pemukiman. Manuel Pinto, seorang berkebangsaan Portugis malah sempat menetap selama delapan bulan menetap di Kerajaan Sidenreng. Pinto menggambarkan Sidenreng sebagai sebuah negeri yang ramai.
Ada versi yang menyakini bahwa asal usul raja berasal dari langit yang dikirim ke bumi oleh Dewata Seuwae, karena itu disebut Manurungnge. Menurut versi ini , Addowang Sidenrengpertama adalah Manurungnge ri Bulu Lowa. Setelah mangkat ia digantikan oleh anaknya Sukkung Mpulaweng yang kemudian kawin dengan Pawawoi Arung Bacukiki, putri labanggenge, Manurungnge ri Bacukiki dari perkawinannya dengan Arung Rappang, We Tipu Linge. We Tipu juga diyakini seorang yang muncul di Lawarampang.  Ada versi yang mengatakan bahwa Kerajaan Sidenreng berasal dari Tomanurung, seperti halnya mitos raja-raja yang memerintah di berbagai kerajaan di Sulawesi Selatan. Dalam versi lain, asal mula Sidenreng berasal dari sebuah kelompok dari Sangalla, Tana Toraja, yang meninggalkan daerahnya akibat kezaliman Rajanya, La Maddaremmeng, yang tidak lain adalah saudara dari mereka sendiri. Rombongan tersebut dipimpin oleh 8 bersaudara yang terdiri dari; La Wewangriu, La Togelipu, La Pasampoi, La Pakolongi, La Pababbari, La Panaungi, La Mappasessu dan La Mappatunru. Menilik dari nama-nama mereka tersebut yang tidak bercirikan nama Toraja, maka diduga mereka itu bukanlah penduduk asli Sangalla (Toraja), melainkan mungkin berasal dari Kerajaan Luwu. Hal ini diperkuat oleh sebuah sumber yang mengatakan bahwa Sangalla pada zaman dahulu pernah berada dibawah Payung Kerajaan Luwu. Pemberian nama Sidenreng adalah untuk memperingati awal mula kedatangan mereka ditempat itu pada saat berbimbingan tangan mendatangi danau untuk mandi dan mengambil air. Tempat itu sekarang disebut Kampung Sidenreng. Namun daerah batu itu disebut sebagai Tanae Aja Tappareng oleh orang Wajo, Soppeng dan Bone. Dimana Tanae Aja Tappareng berarti daerah yang berada di sebelah barat danau, yang sekarang dikenal dengan nama Danau Sidenreng. Kemudian di daerah Aja Tappareng ini terbentuk 5 kerajaan, yaitu Sidenreng, Rappang, Sawitto, Suppa dan Alitta. Kerajaan-kerajaan ini yang sesungguhnya disebut Lima Aja Tappareng.
1.2 Kerajaan Sawitto
 Wilayah Pinrang sebelum abad ke-20 adalah sebuah wilayah kerajaan bernama Kerajaan Sawitto. Kerajaan ini membawahi kerajaan-kerajaan kecil, seperti kerajaan Batulappa, Kassa, Suppa, Alitta, Sidenreng, Rappang.Kerajaan-kerajaan ini, merupakan sebuah satu kesatuan kerajaan yang disebut "Lima Ajattappareng". Lima Ajattappareng, merupakan sebuah persekutan perjanjian yang disepakati oleh 5 raja dalam suatu pertemuan yang berlangsung di Suppa pada abad ke-15, meliputi kerajaan Sawitto, Suppa, Sidenreng, Rapang, dan Alitta.  Kemudian ikut bergabung kerajaan Batu Lappa dan kerajaan Kassa yang merupakan kelompok persekutuan Massenreng Pulu. Kerajaan Sawitto mencapai kemasyurannya pada abad ke-15, ketika Kerajaan Sawitto dipimpin oleh La Paleteang, raja ke-14 Sawitto.Wilayah Kerajaan Sawitto pada masa pemerintahan La Paleteang merupakan sebuah wilayah yang subur dan makmur. Wilayah ini memiliki hamparan tanah datar dengan bentangan pesisir laut yang seakan tak bertepi. Namun kemasyuran Kerajaan Sawitto itu, membuat Raja Gowa cemburu dan berniat menguasai Wilayah Kerajaan Sawitto. Kerajaan Sawitto merupakan yang kondisi dan potensinya menjanjikan setumpuk harapan itulah sebabnya terjadi peperangan antara kerajaan Sawitto dan kerajaan Gowa, sebagai kerajaan yang besar kerajaan Gowa berusaha menguasai kerajaan Sawitto.Berbagai upaya yang telah digunakan Gowa untuk menguasai Sawitto melalui agresi dan terjadilah perang antara Sawitto dan kerajaan Gowa. Prajurit-prajurit Sawitto dengan gigih mengadakan perlawanan abdi kerajaan mati-matian mempertahankan dan membela bumi Tahun 1540 terjadilah penyerbuan besar-besaran yang dilakukan balatentara kerajaan Gowa. Perang pun tak terhindarkan lagi, bala tentara kerajaan Gowa dengan jumlah pasukan yang sangat besar menyerbu pasukan Kerajaan Sawitto. Kerajaan Sawitto menolak tawaran Raja Gowa yang pada saat itu merupakan sebuah kerajaan besar dan kuat, agar Raja La Paleteang mau tunduk. Namun Raja La Paleteang menolak wilayah kerajaan Sawitto sebagai bagian dari kerajaan Gowa.
Peperangan ini menimbulkan korban jiwa kedua belah Pihak. Pasukan kerajaan Sawitto dengan jumlah tentara kerajaan yang sedikit jumlahnya dibandingkan pasukan kerajaan Gowa. Bertembur habis-habisan, Akhirnya, dengan kekuatan personil yang sedikit itu, Pasukan kerajaan Sawitto kalah, dan pasukan kerajaan Gowa berhasil membawa La Paleteang dan istrinya ke Kerajaan Gowa sebagai tawanan. Tertawannya Raja Sawitto, La Paleteang tidak berarti wilayah kerajaan Sawitto diambil alih kerajaan Gowa. Namun akhirnya, raja La Paleteang dan istrinya berhasil dibawa kembali ke tanah Sawitto. Setelah memasuki abad ke-20, ketika Belanda mulai mencampuri urusan rumah tangga kerajaan, maka kerajaan Sawitto telah menjadi pusat pertahanan beberapa kerajaan di Sulawesi Selatan, seperti Bone, Gowa, Wajo dan Soppeng.
Sekitar tahun 1856, keluarga raja dan pembesar kerajaan Sawitto, diliputi suasana bahagia atas lahirnya putra La Tamma yaitu La Sinrang. Kemudian dikenal dengan nama Petta Lolo La Sinrang. Putra La Tamma Addatuang Sawitto ini, dilahirkan di Dolangeng sebuah kota kecil yang terletak kira-kira 17 km sebelah selatan kota Pinrang. Karena ibunya bernama I Raima (Keturunan rakyat biasa) berasal dari Dolangeng. Sejak lahirnya La Sinrang memang memiliki keistimewaan dimana dadanya ditumbuhi buluh dengan arah berlawanan yaitu arah keatas ke atas (bulu sussang).
Dalam perjalanan hidupnya, La Sinrang banyak mendapat bimbingan dan pendidikan daripamannya (saudara I Raima), yaitu orang yang mempunyai pengaruh dan disegani serta dikenal sebagai ahli piker kerajaan. Sehingga, La Sinrang menjadi seorang pemuda yang cukup berwibawa dan jujur. Hal ini merupakan suatu cirri bahwa putra Addatuang sawitto ini, adalah seorang calon pemimpin yang baik.
Diwaktu kecil La Sinrang gemar permaianan rakyat seperti dalam bahasa bugis mallogo, maggasing, massaung dan lain-lain. Namun, kegemaran utamanya yang berlanjut sampai usia menanjak dewasa yaitu “ Massaung “. Menyabung ayam. Dari kegemaran ini, La Sinrang selalu menggunakan “ Manu “ bakka “ (ayam yang bulunya berwarna putih berbintik-bintik merah padabagian dada melingkar kebelakang), ayam jenis ini jarang dimiliki orang
Kegemaran menyabung ayam dengan “ manu bakka “ tersiar keluar daerah, sehingga La Sinrang dikenal dengan julukan “ Bakka Lolona Sawitto “ juga dapat diartikan “ Pemuda berani dari Sawitto . Julukan ini semakin popular disaat La Sinrang mengadakan perlawanan terhadap belanda.
Juga kegemaran La Sinrang di usia remaja/dewasa adalah permainan “Pajjoge” yaitu tari-tarian dari asal Bone, sehingga ketika Pajjoge dari Pammana (Wajo) mengadakan pertunjukan di Sawitto maka La Sinrang semakin tertarik dengan Permian tersebut.
La sinrang ke Pammana, dimana setelah tinggal di Pammana dia memperlihatkan gerak-gerik yang menarik perhatian orang banyak, utamanya Datu Pammana sendiri. Datu Pammana La Gabambong ( La Tanrisampe) juga merangkap Pilla Wajo tertarik untuk menanyakan asal-usul keturunannya. La Sinrang pun dididik dan diterima Datu Pammana menjadi pemberani, terutama dalam hal menghadapi peperangan. Setelah itu, La Sinrang kembali ke daerah asalnya yaitu Sawitto, saat itu La Sinrang mempunyai dua orang putra yakni La Koro dan La Mappanganro darihasil perkawinan dengan Indo Jamarro dan Indo Intang.
Tiba di Sawitto diajaknya kerajaan Suppa, Alitta, binanga Karaeng, Ruba’E, Madallo, Cempa, JampuE, dll kerajaan kecil disekitar Sawitto untuk berperang, dan apabila kerajaan tersebut tidak bersedia, berarti bahwa kerajaan itu berada dibawah kekuasaan Sawitto. Dengan demikian, dalam waktu singkat terkenallah La Sinrang keseluruh pelosok, baik keberanian, kewibaan, maupun kepemimpinannya
La Sinrang selama berada di Sawitto semakin nakal, akhirnya diasingkan ke Bone, baru setahun di Bone, terpaksa menyingkir ke Wajo karena membunuh salah seorang pegawai istana di Bone yaitu Pakkalawing Epu’na Arungpone. Selama di Wajo ia mendapat didikan dari La Jalanti Putra Arung Matawo Wajo yaitu La Koro Arung Padali yang bergelar Batara Wajo. La Janlanti diangkat menjadi komandan Pasukan Wajo di Tempe dengan pangkat Jenderal. Setelah serangan Belanda terhadap kerajaan sawitto semakin hebat, maka La Sinrang dipanggil pulang oleh ayahnya, dan diangkat menjadi panglima perang. Dalam kepemimpinannya sebagai panglima perang kerjaan Sawitto, senjata yang dipergunakan adalah tombak dan keris. Tombak bentuknya besar menyerupai dayung diberi nama “ La Salaga ‘ sedang kerisnya diberi nama “ JalloE”
1.3   Kerajaan Rappang
Kerajaan Rappang disebutkan sebagai kerajaan yang menguasai daerah hilir sungai Saddang di abad 15 M. Bersama dengan Sidenreng, Sawitto, Alitta, Suppa, dan Bacukiki, Mereka membentuk persekutuan Ajatappareng untuk membendung dominasi Luwu. Persekutuan ini kemudian diikatkan dalam perkawinan antar keluargaraja-rajamereka. Adapun Rappang berasal dari kata Rappeng, dalam bahasa Bugis, Rappeng berarti dahan/ranting yang hanyut. Dimana pada zaman dahulu, sungai yang mengalir di Rappang mempunyai lebar yang besar dan pada bagian hulunya banyak terdapat hutan belukar yang lebat. Dan apabila musim hujan telah tiba, maka dahan dari pohon-pohon itu hanyut dan membentuk daratan, menjadi tempat pemukiman dan kemudian diberi nama Rappang.


Susunan Nama – nama Raja Kerajaan Rappang :
1. We Tipu Uleng, Arung Rappang I, saudara kandung La Mallibureng
(Addaowang Sidenreng II)
.
2. We Pawowoi, Arung Rappang II, putri We Tipulinge (Addaowang IV Sidenreng)
3. La Makkarawi, Arung Rapp
ang III, anak La Pute Bulu Datu Suppa
4. Songkokpulawengnge, Arung Rapp
ang IV, anak Manurungnge ri Lowa
(Addaowang II
  Sidenreng)
5. We Cinang, Arung Rappang V
6. La Pasampoi, Arung Rappang VI, putra La Batara (Addaowang VI Sidenreng)
7. Pancaitana, Arung Rapp
ang VII, anak dari Lampe Welua Datu Suppa VI
8. La Pakolongi, Arung Rapp
ang VIII, anak dari Pancaitana.
Raja inilah yang pertama memeluk Islam, Tahun 1607/1608 M
9. We Dangkau, Arung Rappeng IX, putra dari La Pakolongi
10. Tonee, Arung Rappeng X
11. We Tasi, Arung Rappeng XI, putra dari Tonee
12. Todani, Arung Rappeng XII, anak dari we Tasi dengan La Bila Datu Citta
13. La Tenri Tatta, Arung Rappeng XIII, menantu Todani
14. La Toware, Arung Rappeng XIV, anak dari La Tenri Tatta
15. We Tenri Paonang, Arung Rappeng XV, anak dari La Cella Datu Bongngo Arung Rappeng dengan I Sompa Arung Rappeng I
16. La Pabittei, Arung Rappeng XVI, anak dari I Tenri Paonang
dengan La Kasi Ponggawae ri Bone
17. I Madditana, Arung Rappeng XVII, putri dari La Pabittei.
18. I Bangki, Arung Rappeng XVIII, putri dari I Madditana dengan La Makkulawu Arung Gilireng.
19. La Panguriseng, Arung Rappeng XIX, anak dari Muhammad Arsyad Petta Cambangnge, Arung Malolo Sidenreng 20. La Sadapotto, Arung Rappeng XX merangkap Addatuang Sidenreng XII.Raja inilah yang menandatangani Korteverklaring (pernyataan pendek) dengan Belanda setelah mengalami kekalahan perang pada Tahun 1906 M
21. I Tenri Fatimah, Arung Rappeng XXI, merangkap Addatuang Sawitto,
sebagai Arung Rappeng terakhir, anak dari La Sadapotto
. Dalam prosesi pengangkatan dan pemberhentian Arung Rappeng, terdapat sebuah lembaga adat yang bernama Pampawa Ade (pemangku adat) yang berfungsi memilih dan mengangkat Arung Rappeng. Dimana Pampawa Ade (pemangku adat) menggunakan sistem perwakilan calon dan diutamakan berasal dari keturunan Arung Rappeng. Namun jika tidak ada atau tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan adat, yaitu;
 1. Melempui Namatette, yaitu jujur dan tidak plin-plan
2. Makurangngi Cai-na, yaitu tidak pemarah atau lalim
3. Magettengngi ri ada-adanna, yaitu tegas dalam mengambil keputusan
4. Makurang Pauwi ri Ada-ada Temmaggunae, yaitu tidak senang mengumbar
kata-kata yang kurang bermanfaat atau hati-hati dalam ucapan
5. Waranipi Linuri Ada-adanna, yaitu berani dan konsekuen dalam tindakan dan ucapan.

Maka Pampawa Ade (pemangku adat) boleh mencari calon lain diluar Rappang atau Sidenreng. Dengan demikian Arung Rappeng tidak harus berasal dari keturunannya. Dalam lontaraq ditegaskan bahwa Imana Mua Tenri Appamanareng, yang maksudnya jabatan raja bisa diwarisi, tetapi tidak diwariskan. Adapun sistem pemerintahan Kerajaan Rappang adalah sebagai berikut :
1. Arung Rappeng, sebagai pimpinan tertinggi yang melaksanakan pemerintahan kerajaan
berdasarkan mandat dari rakyat. Dalam lontaraq ditulis
Assamaiyako Muabbulo Sipeppa Mupaenrekengnga Inanre Manasu, yang artinya :
Bermusyawarahlah dan bermufakatlah, kemudian apa yang engkau
(pemangku adat & rakyat)
putuskan itulah yang saya (raja) jalankan.
2. Sulewatang, yang secara harfiah berarti Pengganti Diri, tugasnya melaksanakan
pemerintahan sehari-hari dan bertanggung jawab kepada Arung Rappeng
3. Pabbicara, sebagai lembaga yang membantu raja dalam mengambil keputusan,
terutama jika timbul masalah-masalah, baik menyangkut pemerintahan maupun kemasyarakatan. Pabbicara juga menjadi koordinator Pampawa Ade (pemangku adat)
4. Kerajaan-kerajaan lokal, disamping sebagai kepala wilayah, juga mewakili daerahnya sebagai Pampawa Ade (pemangku adat).
Ada 4 (empat) kerajaan lokal atau Pampawa Ade, yaitu :
a. Arung Lelebata
b. Arung Benteng
c. Arung Passeno
d. Arung Kulo

Kerajaan-kerajaan ini mempunyai otonomi, dalam lontaraq disebut Napoade-adena, Tenri Cellengi Bicaranna, yang berarti adatnya yang berlaku dan tidak diintervensi keputusannya. Setelah masuknya Pemerintah Kolonial Belanda pada Tahun 1905 di Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang, maka pengangkatan pejabat-pejabat penting harus direstui oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dengan kondisi ini, maka berangsur pula kekuasaan kerajaan dan diambil alih oleh pemerintah kolonial Belanda.
1.4 Kerajaan Suppa dan Kerajaan Alitta
Dari tulisan C. Pelras dijelaskan bahwa sejumlah penguasa kerajaan di Sulawesi_Selatan pada abad ke XVI, pernah dibaptis masuk agama Katholik. Diantaranya Kerajaan Suppa, Alitta, Siang (Pangkajenne) , Bacukiki, Tallo, Gowa. Penyebaran agama Katholik di Sulawesi-Selatan ketika itu bersamaan dengan kedatangan bangsa-bangsa asing, terutama Portugis. Jalur kedatangan bangsa Portugis pertama kali dari Malaka menuju ke daerah Ajatappareng dan Suppa, dari Ajatappareng ke Siang ( Pangkajenne) . Yang agak aneh, peyebaran agama ini ke Gowa, melalui jalur lain, yakni dari Ternate pada tahun yang lebih awal ( 1539), sementara ke Ajattapareng, Suppa dan siang, barulah l534, beberapa tahun kemudian. Menurut Pelras, usaha kristenisasi raja-raja ini dimulai dengan kedatangan seorang pedagang Portugis yang Antonio de Paiva yang tertarik pada kekayaan daerah Indonesia Timur, khususnya kayu cendana. Mula-mula Antonio datang ke Siang dalam perjalanan ke daerah Sulawesi Tengah, kemudian singgah di Suppa. Pada kesempatan itulah Antonio membaptis penguasa di Suppa dan Siang ( ternyata kedua penguasa kerajaan itu bersahbat) . Itupun tidak dengan mudah, karena menurut C.Pelras, didahului perdebatan teologis yang hangat. Tidak disebut siapa penguasa Suppa yang dibaptis, kronik mengenai hal ini hanya dibaca dalam laporan Antonio de Paiva yang meminta maaf kepada Uskup Goa ( India ), karena ia telah membaptis dua penguasa tanpa penugasan resmi. Di kisahkan, ketika Antonio de Paiva kembali ke Malaka, ikut serta utusan dari kedua penguasa ke Malaka untuk meminta Gubernur Malaka mengirimkan pendeta ke Suppa dan Siang dan jika mungkin bantuan militer. Bahkan ikut pula serta dua putra penguasa dari Suppa. Kedua pemuda itu, kemudian dibawah ke Eropa. Beberapa waktu setelah peristiwa tersebut, mendengar permintaan kedua penguasa di Sulawesi-Selatan itu, misionaris Khatolik yang terkenal Francisco Xavier berangkat ke Malaka dan dari sana ia akan melanjutkan perjalanan ke Suppa. Kedatangan missionaries ini kemudian batal, karena di terjadi perang antara Wajo dan Sidenreng . Sidenreng bersekutu dengan Suppa dan Siang, Francisco Xavier mungkin tidak mau mengambil resiko terjebak dalam kancah peperangan antarpara penguasa tersebut. Mendahului kedatangan Fansisco Xavier, sudah datang pendeta Vicente Viegas dari Malaka, dialah yang membaptis penguasa Alitta dan Bacukiki. Pertalian agama antarpenguasa Suppa,Siang, Alitta dan Bacukiki dengan Portugis akan berlanjut, jika tidak terjadi peristiwa seorang perwira Portugis membawa lari seorang putri penguasa Suppa. Penguasa Suppa murka, supaya tidak terjadi pertumpahan darah, orang-orang Portugis buru-buru meninggalkan Suppa dan membawa putri penguasa Suppa tersebut ke kapal. Anak blasteran putri penguasa Suppa dengan perwira Portugis itu kemudian lahir dan bernama Manuel Godinho de`Eredia, ibunya juga diberi nama Donna Ele’na Vesiva ( konon keturunan Raja Suppa dan Raja Bacukiki). Manuel Godinho menjadi seorang pintar, ia menjadi penulis dan akhli geografi. Dialah yang pertama kali menyebut adanya pulau di sebelah selatan Timor yang kemudian dikenal sebagai Australia . Hanya seorang anggota ekspedisi Portugis bernama Manuel Pinto yang tidak ikut . Tetapi dia meninggalkan Suppa menuju Siang, Tallo, Sidenreng. Pinto inilah yang menulis laporan ke Uskup Goa ( India ) bahwa raja-raja tersebut sebenarnya sangat ingin bersekutu dengan Portugis.
Kegagalan kristenisasi penguasa Sulawesi-Selatan ini, tidak disebutkan secara jelas. Hanya.Pelras melukiskan bahwa kemungkinan missionaries itu pesimis akan merubah watak dan kepercayaan dasar penguasa di Sulawesi-Selatan itu. Misalnya, tidak mungkin menggantikan peranan Bissu dengan Pendeta Katholik jika mereka memilih menetap sebagai pemimpin agama. Alasan teknis, karena kurangnya tersedia pendeta di Malaka . Tahun l584 pernah dikirim empat pendeta ke Makassar , tetapi tidak bertahan lama. Kemungkinan lain, agama Katholik terdesak dengan masuknya agama Islam di Sulawesi-Selatan melalui ulama dari Melayu. Agama ini kemudian dianut dengan fanatik oleh penguasa di Gowa dan sekaligus sebagai kerajaan yang sangat kuat sebelum ditaklukkan Belanda melalui pembatasan dalam Perjanjian Bongaya 1667. Jelas bahwa penguasa-penguasa di Suppa, Alitta dan Sidenreng saat itu, bukanlah penguasa setelah kerajaan Gowa menjadi kerajaan Islam yang adidaya di Sulawesi -Selatan. Karena setelah itu, penguasa-penguasa lokal di Suppa, Alitta, Sidenreng diambil dari keluarga dekat raja-raja Gowa.
by: Widya Ningsih,,mahasiswa Sejarah Universitas Hasanuddin

7 komentar:

  1. mantap.....
    lnjtki tulisanta sy tnggu....
    slm kenal :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks...salam kenal...ini baru memulai, doakan saja yang terbaik

      Hapus
  2. jgn lupa kunjungi blog ku jg tabe' ini alamatX http://ahrulteknik180.blogspot.com
    di tnggu :)

    BalasHapus
  3. Tabe, mohon ijin copy dan share tulisan ta di website kami. Dengan senang hati akan kami cantumkan link dari blog ta. Terima Kasih.
    Cek website kami http://kabarkami.com

    Mari berbagi.. Salam.

    BalasHapus
  4. keren tulisannya.. thanks ya salam wija ana' ogi dr soppeng !!

    BalasHapus
  5. tolong diinfokan nama nama anak dari Datu La Tamma...Datu Sawitto... karena selain La Sinrang masih banyak Anak Datu Latamma yang ada di Kampung Lain di Pinrang dan sekitarnya. Ini penting untuk memupuk silaturrahim antara Turunan Datu Latamma yang mungkin tidak pernah berinteraksi satu sama lain.
    makasih

    BalasHapus